Rabu, 30 Januari 2013

Reje Linge ke XX, Langkah Strategis Mengembalikan Kejayaan Gayo

http://www.lintasgayo.com/wp-content/uploads/2012/04/lg.png


|
foto: atjehlink.com
foto: atjehlink.com

Kuala Lumpur | Lintas Gayo – Penggiat World Gayonese Association (WGA) Sabela Gayo megungkapkan, pengukuhan Tgk Iklil Ilyas Leube sebagai Reje Linge XX merupakan langkah maju dan strategis dalam mengembalikan kejayaan Kerajaan Linge Gayo yang telah “mati suri” selama puluhan tahun.
Banyak pihak bahkan orang Gayo sendiri menganggap bahwa keberadaan Kerajaan Linge merupakan mitos dan diragukan kebenarannya. Sehingga pengukuhan Reje Linge XX merupakan langkah luar biasa di tengah-tengah kebimbangan dan kebingungan rakyat Gayo sendiri terhadap sejarah perjuangan nenek moyangnya sendiri.

Menurut Sabela, selama ini orang luar Aceh tidak tahu bahwa Kerajaan Aceh Darussalam merupakan bentuk “legacy/bukti” keberadaan Kerajaan Linge dan sekaligus merupakan “successor kingdom/kerajaan penyambung”.

Anggapan yang selama ini berkembang diluar Aceh adalah bahwa Kerajaan Aceh Darussalam merupakan Kerajaan tertua dan merupakan Kerajaan yang “hanya” didirikan oleh masyarakat Aceh pesisir dan tidak ada andil orang Gayo di dalamnya sama sekali. Anggapan orang diluar Aceh tersebut ternyata salah besar karena pendiri Kerajaan Aceh Darussalam sekaligus sebagai Raja Aceh Darussalam yang pertama adalah Merah Johansyah (putra Reje Linge) dengan gelar Sultan Ali Mughayatsyah.

“Bahkan berdasarkan sejumlah riset ilmiah disebutkan bahwa Sultan-Sultan Aceh selanjutnya setelah Merah Johan merupakan sultan-sultan yang berdarah Gayo termasuk Sultan Iskandar Muda,” ungkap Sabela Gayo dalam siaran pernya, Rabu (30/1/2013).

Pengembalian simbol-simbol Kerajaan Linge sebagai Kerajaan tertua di tanah Aceh, lanjut Sabela, mutlak dilakukan seiring dengan semakin melunturnya semangat kebersamaan dan kekompakan di dalam struktur sosial masyarakat Gayo. Dengan adanya keberadaan lembaga Reje Linge XX diharapkan dapat memainkan peran sebagai simbol pemersatu di tengah-tengah masyarakat Gayo dan sekaligus membawa angin perubahan bagi proses pembangunan ekonomi, sosial dan budaya khususnya di Tanoh Gayo maupun Aceh secara keseluruhan.

Terlepas dari adanya pro dan kontra terkait urutan Reje Linge yang ke XVIII atau ke XX dan juga terlepas dari adanya pihak-pihak yang apriori terkait pengukuhan tersebut karena menganggap dirinya merupakan keturuan langsung/asli dari Reje Linge juga, namun demikian pengukuhan tersebut patut diapresiasi dan dihormati sebagai satu langkah revolusioner bagi kemajuan Tanoh Gayo.

Reje Linge XX memikul beban dan tanggung jawab moral yang demikian tinggi dalam mengembalikan kejayaan dan wibawa Kerajaan Linge sebagai kerajaan pertama, tertua sekaligus “pemegang saham utama” Kerajaan Aceh Darussalam. Bahkan bukan tidak mungkin keberadaan dan kehadiran Reje Linge XX akan lebih mulia dibandingkan kehadiran dan keberadaan lembaga Wali Nanggroe. Dan bila perlu yang melantik dan mengesahkan Wali Nanggroe adalah Reje Linge XX atau mungkin Reje Linge memiliki kedudukan ganda baik sebagai Reje Linge maupun Wali Nanggroe di Aceh.

“Semoga pengukuhan Reje Linge XX dapat memberikan semangat baru, suasana baru, dan harapan baru bagi segenap tumpah-darah Gayo dimanapun berada,” harap Sabela.(SP/red.04)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar