Hukom ngon adat han jeut cre, lagee zat ngon sipheuet (hukum dengan adat tidak boleh pisah, layaknya zat dengan sifat).
Sebagaimana yang kita ketahui, adat istiadat merupakan kebiasaan atau
tradisi-tradisi yang dijalankan dalam kebiasaan hidup sehari-hari oleh
masyarakat di mana pun. Nah, kebiasaan tersebut menjadi landasan untuk
berpijak bagi masyarakat setempat dalam melakukan sesuatu. Adat, menjadi
kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke
generasi dan juga menjadi landasan hukum bagi masyarakat itu sendiri.
Begitu pula bagi masyarakat Aceh, adat istiadat telah membudaya sebagai
hasil dari proses lahirnya sistim masyarakat yang berperadaban dan mampu
bertahan sampai saat ini.
Dalam masyarakat Aceh, adat
merupakan sesuatu yang tertulis ataupun tak tertulis yang menjadi
pedoman di dalam bermasyarakat Aceh. Nah, adat yang dipahami ini
merupakan titah dari para pemimpin dan para pengambil kebijakan guna
jalannya sistim dalam masyarakat. Dalam masyarakat Aceh, adat atau hukum
adat TIDAK boleh bertentangan dengan ajaran agama islam. Sesuatu yang
telah diputuskan oleh para pemimipin dan ahli tersebut haruslah seirama
dengan ketentuan syariat. Jika bertentangan, maka hukum adat itu akan
dihapuskan. Inilah bukti bahwa masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi
kedudukan agama dalam kehidupan sehari-harinya. :)
Menurut
Mustafa Ahmad, yang dimaksud dengan adat di Aceh adalah aturan hidup.
Aturan yang mengatur kehidupan rakyat, yang diciptakanoleh para cerdik
dan pandai Aceh bersama Putoe Meureuhom/Sultan Aceh. Aturan hidup ini
mengikat seluruh rakyat Aceh tanpa kecuali. Dan bagi siapa saja yang
melanggarnya, akan mendapat sanksi. Kalau sekarang, aturan hidup ini
dikenal dengan istilah Hukum Adat.
Syukuran Membangun Rumah
Nah, dengan kata lain adat dalam masyarakat Aceh merupakan aturan hidup
yang lahir dari proses kesepakatan antara kaum cendikiawan dan aparat
penguasa yang disebut dengan Putoe Meureuhom. Dan aturan itu mencakup
berbagai aspek kehidupan seperti yang berhubungan dengan tatakrama
pergaulan (contoh : Batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan),
sopan santun (contoh : etika berjalan di hadapan orang yang lebih tua),
aturan-aturan yang berkaitan dengan pertanian, aturan kelautan dan
kehutanan.
Akan tetapi, adat juga tidak terlepas dengan
kebiasaan-kebiasaan lainnya seperti reusam. Antara adat dan reusam tidak
bertentangan dan berjalan seirama sesuai dengan syariat. Di Aceh, kita
bisa menemukan upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan, acara
penyambutan pembesar, acara kenduri Maulid, tatacara turun sawah dan
juga permainan rakyat. Upacara adat tersebut dalam Bahasa Acehnya yang
berlaku dalam masyarakat Aceh itu sendiri disebut dengan reusam.
Dalam Hadih Maja dijelaskan lebih lanjut :
Adat Bak Putoe Meureuhom ; Adat adalah urusan Sultan (ada pada
sultan). Hukom bak syiah Kuala ( hukum islam ada pada Ulama), Qanun bak
putroe Phang (Qanun disusun oleh ratu), Reusam Bak Lakseumana (Reusam
dibuat oleh Laksamana).
Sedangkan bagi masyarakat Indonesia
pada umumnya, adat yang dimaksudkan selama ini merupakan suatu "upacara
adat" atau kebiasaan yang dipraktikkan turun temurun dalam sebuah
masyarakat, berbeda dengan adat Aceh. Meskipun demikian, upacara adat
sekarang secara umum sudah dapat dipahami oleh masyarakat Aceh dan tidak
terjadi kesalahpahaman. Dibalik itu, saat ini di tengah-tengah
perkembangan zaman nilai-nilai adat dalam masyarakat Aceh telah terjadi
pergeseran nilai-nilai adat, sehingga keharmonisan dan hubungan sosial
kian memudar. Terlebih lagi bagi masyarakat di perkotaan.
Upacara Aqiqah
Hingga saat ini, dalam perkembangan kebudayaan Aceh adat-adat yang
masih sangat kental berlaku misalnya, upacara perkawinan, upacara
kelahiran bayi, dan juga upacara peusijuk. Tata cara upacara perkawinan
masih dilakukan sesuai dengan adat istiadat Aceh walaupun sekarang
disesuaikan dengan kondisi perubahan zaman. Begitu juga dengan upacara
peusijuk, saat ini masih berlaku di Aceh, terutama pada hari-hari
tertentu. Kegiatan peusijuk ini masih kental berlaku di desa-desa juga
pada tokoh-tokoh atau pejabat. Walaupun tak sama seperti dulu, sesuai
dengan perkembangan zaman adat istiadat Aceh saat ini tetap menjadi
landasan bagi masyarakat Aceh. Dan menjadi kewajiban bagi masyarakat
Acehlah untuk melestarikannya.
http:// aneukabumamak.blogspot.com/
Sebagaimana yang kita ketahui, adat istiadat merupakan kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dijalankan dalam kebiasaan hidup sehari-hari oleh masyarakat di mana pun. Nah, kebiasaan tersebut menjadi landasan untuk berpijak bagi masyarakat setempat dalam melakukan sesuatu. Adat, menjadi kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan juga menjadi landasan hukum bagi masyarakat itu sendiri. Begitu pula bagi masyarakat Aceh, adat istiadat telah membudaya sebagai hasil dari proses lahirnya sistim masyarakat yang berperadaban dan mampu bertahan sampai saat ini.
Dalam masyarakat Aceh, adat merupakan sesuatu yang tertulis ataupun tak tertulis yang menjadi pedoman di dalam bermasyarakat Aceh. Nah, adat yang dipahami ini merupakan titah dari para pemimpin dan para pengambil kebijakan guna jalannya sistim dalam masyarakat. Dalam masyarakat Aceh, adat atau hukum adat TIDAK boleh bertentangan dengan ajaran agama islam. Sesuatu yang telah diputuskan oleh para pemimipin dan ahli tersebut haruslah seirama dengan ketentuan syariat. Jika bertentangan, maka hukum adat itu akan dihapuskan. Inilah bukti bahwa masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi kedudukan agama dalam kehidupan sehari-harinya. :)
Menurut Mustafa Ahmad, yang dimaksud dengan adat di Aceh adalah aturan hidup. Aturan yang mengatur kehidupan rakyat, yang diciptakanoleh para cerdik dan pandai Aceh bersama Putoe Meureuhom/Sultan Aceh. Aturan hidup ini mengikat seluruh rakyat Aceh tanpa kecuali. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya, akan mendapat sanksi. Kalau sekarang, aturan hidup ini dikenal dengan istilah Hukum Adat.
Syukuran Membangun Rumah
Nah, dengan kata lain adat dalam masyarakat Aceh merupakan aturan hidup yang lahir dari proses kesepakatan antara kaum cendikiawan dan aparat penguasa yang disebut dengan Putoe Meureuhom. Dan aturan itu mencakup berbagai aspek kehidupan seperti yang berhubungan dengan tatakrama pergaulan (contoh : Batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan), sopan santun (contoh : etika berjalan di hadapan orang yang lebih tua), aturan-aturan yang berkaitan dengan pertanian, aturan kelautan dan kehutanan.
Akan tetapi, adat juga tidak terlepas dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya seperti reusam. Antara adat dan reusam tidak bertentangan dan berjalan seirama sesuai dengan syariat. Di Aceh, kita bisa menemukan upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan, acara penyambutan pembesar, acara kenduri Maulid, tatacara turun sawah dan juga permainan rakyat. Upacara adat tersebut dalam Bahasa Acehnya yang berlaku dalam masyarakat Aceh itu sendiri disebut dengan reusam.
Dalam Hadih Maja dijelaskan lebih lanjut :
Adat Bak Putoe Meureuhom ; Adat adalah urusan Sultan (ada pada sultan). Hukom bak syiah Kuala ( hukum islam ada pada Ulama), Qanun bak putroe Phang (Qanun disusun oleh ratu), Reusam Bak Lakseumana (Reusam dibuat oleh Laksamana).
Sedangkan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, adat yang dimaksudkan selama ini merupakan suatu "upacara adat" atau kebiasaan yang dipraktikkan turun temurun dalam sebuah masyarakat, berbeda dengan adat Aceh. Meskipun demikian, upacara adat sekarang secara umum sudah dapat dipahami oleh masyarakat Aceh dan tidak terjadi kesalahpahaman. Dibalik itu, saat ini di tengah-tengah perkembangan zaman nilai-nilai adat dalam masyarakat Aceh telah terjadi pergeseran nilai-nilai adat, sehingga keharmonisan dan hubungan sosial kian memudar. Terlebih lagi bagi masyarakat di perkotaan.
Upacara Aqiqah
Hingga saat ini, dalam perkembangan kebudayaan Aceh adat-adat yang masih sangat kental berlaku misalnya, upacara perkawinan, upacara kelahiran bayi, dan juga upacara peusijuk. Tata cara upacara perkawinan masih dilakukan sesuai dengan adat istiadat Aceh walaupun sekarang disesuaikan dengan kondisi perubahan zaman. Begitu juga dengan upacara peusijuk, saat ini masih berlaku di Aceh, terutama pada hari-hari tertentu. Kegiatan peusijuk ini masih kental berlaku di desa-desa juga pada tokoh-tokoh atau pejabat. Walaupun tak sama seperti dulu, sesuai dengan perkembangan zaman adat istiadat Aceh saat ini tetap menjadi landasan bagi masyarakat Aceh. Dan menjadi kewajiban bagi masyarakat Acehlah untuk melestarikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar