Kamis, 11 April 2013
AMIN YUSUF PENJAGA BENTENG INDRA PATRA
AMIN Yusuf punya nasib nyaris serupa. Lelaki berusia sekitar 50 tahun itu bekerja menjadi penjaga Benteng Indra Patra di Lamdong, Krueng Raya. Lokasinya sekitar 33 kilometer dari Banda Aceh ke arah timur.
Benteng Indra Patra dibangun oleh keturunan Raja Harsya dari India Selatan pada 604 Masehi. Semula bangunan ini merupakan tempat tinggal keluarga raja dan digunakan untuk kegiatan ritual. Namun, ketika pasukan Iskandar Muda merebutnya dari Portugis, peninggalan kerajaan Hindu tersebut berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan senjata, seperti meriam dan bedil.
Seperti juga makam Syiah Kuala, dua benteng dari semen dan batu sungai ini terletak di bibir pantai Selat Malaka. Tinggi masing-masing benteng enam meter. Tapi tsunami merontokkan pagar tembok yang mengelilinginya.
Saya terpaksa ekstra hati-hati ketika menuju kawasan benteng. Banyak ‘ranjau darat’ di sana-sini. Baunya cukup menusuk. Ternyata yang berkunjung bukan hanya manusia, gerombolan kerbau dan sapi juga tak mau ketinggalan.
“Sejak tak ada pagar, binatang-binatang itu keluar-masuk sesukanya,” tutur Amin kepada saya. Sejak dihantam tsunami, menurut Amin, tidak ada upaya pembangunan pagar.
Sebagai penjaga benteng yang konon dibangun pada abad ke-7 itu, Amin hanya diupah Rp 150 ribu per bulan. Seperti Ibrahim dan Mariani, tak setiap bulan dia menerima honor. Padahal rasa lapar dan kebutuhan keluarga tak bisa ditahan-tahan.
“Semula anak saya, Emisa yang menjaga, tetapi sejak tiga tahun lalu dia kerja sebagai kenek truk di Medan. Satu kali trip dia bisa dapat Rp 150 ribu.”
Di masa konflik, tempat ini sepi pengunjung. Lamdong kerap jadi daerah operasi tentara Indonesia maupun Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua warga bahkan ditembak mati gara-gara dituduh mata-mata tentara Indonesia. Amin sempat ditahan sehari di markas Komando Distrik Militer. Dia juga pernah dihajar anggota Brigadir Mobil.
“Tapi lebih baik dipukul tentara daripada harus berhadapan dengan GAM,” kata Amin, mengutip komentar penduduk setempat.
Setelah kesepakatan damai pemerintah Indonesia dan GAM, benteng tersebut kembali ramai dikunjungi orang. Amin kemudian membuka warung makanan dan minuman. Hasilnya bisa lebih banyak dari honornya sebagai penjaga benteng.
Tapi kepada pengunjung Amin berpesan, “Kalau mau datang dan duduk di semak-semak harus bawa surat nikah. Berkunjung boleh, tapi jangan bikin perbuatan yang tidak-tidak. Karena orang kampung yang bisa terkena bala!”
Penulis & Sumber : Samiaji Bintang adalah kontributor Aceh Feature 14 Juni 2006 di Aceh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar